Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Januari 2011

Asal usul nama indonesia dan sejarah indonesia di Mata dunia

Asal Usul Nama
Indonesia Dan Sejarah
Indonesia di Mata Dunia
niezard Asal Usul
Pada zaman purba, kepulauan
tanah air disebut dengan aneka
nama. Dalam catatan bangsa
Tionghoa kawasan kepulauan
tanah air dinamai Nan-hai
(Kepulauan Laut Selatan).
Berbagai catatan kuno bangsa
India menamai kepulauan ini
Dwipantara (Kepulauan Tanah
Seberang), nama yang
diturunkan dari kata..
Sansekerta dwipa (pulau) dan
antara (luar, seberang). Kisah
Ramayana karya pujangga
Walmiki menceritakan pencarian
terhadap Sinta, istri Rama yang
diculik Rahwana, sampai ke
Suwarnadwipa (Pulau Emas,
yaitu Sumatra sekarang) yang
terletak di Kepulauan
Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air
kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan
Jawa). Sampai hari ini jemaah
haji kita masih sering dipanggil
"Jawa" oleh orang Arab. Bahkan
orang Indonesia luar Jawa
sekalipun. Dalam bahasa Arab
juga dikenal Samathrah
(Sumatra), Sholibis (Sulawesi),
Sundah (Sunda), semua pulau
itu dikenal sebagai kulluh Jawi
(semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang
pertama kali datang
beranggapan bahwa Asia hanya
terdiri dari Arab, Persia, India,
dan Tiongkok. Bagi mereka,
daerah yang terbentang luas
antara Persia dan Tiongkok
semuanya adalah "Hindia".
Semenanjung Asia Selatan
mereka sebut "Hindia Muka" dan
daratan Asia Tenggara dinamai
"Hindia Belakang".
Sedangkan tanah air
memperoleh nama "Kepulauan
Hindia" (Indische Archipel,
Indian Archipelago, l'Archipel
Indien) atau "Hindia
Timur" (Oost Indie, East Indies,
Indes Orientales). Nama lain
yang juga dipakai adalah
"Kepulauan Melayu" (Maleische
Archipel, Malay Archipelago,
l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda,
nama resmi yang digunakan
adalah Nederlandsch-Indie
(Hindia Belanda), sedangkan
pemerintah pendudukan Jepang
1942-1945 memakai istilah To-
Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker
(1820-1887), yang dikenal
dengan nama samaran Multatuli,
pernah mengusulkan nama yang
spesifik untuk menyebutkan
kepulauan tanah air kita, yaitu
Insulinde, yang artinya juga
"Kepulauan Hindia" (bahasa
Latin insula berarti pulau).
Awalnya Nusantara
Pada tahun 1920-an, Ernest
Francois Eugene Douwes Dekker
(1879-1950), yang dikenal
sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari
adik Multatuli),
memperkenalkan suatu nama
untuk tanah air kita yang tidak
mengandung unsur kata "India".
Nama itu tiada lain adalah
Nusantara, suatu istilah yang
telah tenggelam berabad-abad
lamanya. Setiabudi mengambil
nama itu dari Pararaton, naskah
kuno zaman Majapahit yang
ditemukan di Bali pada akhir
abad ke-19 lalu diterjemahkan
oleh J.L.A. Brandes dan
diterbitkan oleh Nicholaas
Johannes Krom pada tahun
1920.
Pengertian Nusantara yang
diusulkan Setiabudi jauh
berbeda dengan pengertian
nusantara zaman Majapahit.
Pada masa Majapahit, Nusantara
digunakan untuk menyebutkan
pulau-pulau di luar Jawa (antara
dalam bahasa Sansekerta
artinya luar, seberang) sebagai
lawan dari Jawadwipa (Pulau
Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah
Mada tertulis "Lamun huwus
kalah nusantara, isun amukti
palapa" (Jika telah kalah pulau-
pulau seberang, barulah saya
menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata
nusantara zaman Majapahit
yang berkonotasi jahiliyah itu
diberi pengertian yang
nasionalistis. Dengan
mengambil kata Melayu asli
antara, maka Nusantara kini
memiliki arti yang baru yaitu
"nusa di antara dua benua dan
dua samudra", sehingga Jawa
pun termasuk dalam definisi
nusantara yang modern. Istilah
nusantara dari Setiabudi ini
dengan cepat menjadi populer
penggunaannya sebagai
alternatif dari nama Hindia
Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara
tetap dipakai untuk
menyebutkan wilayah tanah air
dari Sabang sampai Merauke.
Awal Mula Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura
terbit sebuah majalah ilmiah
tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia
(JIAEA), yang dikelola oleh James
Richardson Logan (1819-1869),
seorang Skotlandia yang meraih
sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli
etnologi bangsa Inggris, George
Samuel Windsor Earl
(1813-1865), menggabungkan
diri sebagai redaksi majalah
JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun
1850, halaman 66-74, Earl
menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan,
Australian and Malay-Polynesian
Nations. Dalam artikelnya itu
Earl menegaskan bahwa sudah
tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau
Kepulauan Melayu untuk
memiliki nama khas (a
distinctive name), sebab nama
Hindia tidaklah tepat dan sering
rancu dengan penyebutan India
yang lain. Earl mengajukan dua
pilihan nama: Indunesia atau
Malayunesia (nesos dalam
bahasa Yunani berarti pulau).
Pada halaman 71 artikelnya itu
tertulis:
" ... the inhabitants of the Indian
Archipelago or Malayan
Archipelago would become
respectively Indunesians or
Malayunesians "
Earl sendiri menyatakan memilih
nama Malayunesia (Kepulauan
Melayu) daripada Indunesia
(Kepulauan Hindia), sebab
Malayunesia sangat tepat untuk
ras Melayu, sedangkan Indunesia
bisa juga digunakan untuk
Ceylon (Srilanka) dan Maldives
(Maladewa). Earl berpendapat
juga bahwa bahasa Melayu
dipakai di seluruh kepulauan ini.
Dalam tulisannya itu Earl
memang menggunakan istilah
Malayunesia dan tidak memakai
istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga,
halaman 252-347, James
Richardson Logan menulis
artikel The Ethnology of the
Indian Archipelago. Pada awal
tulisannya, Logan pun
menyatakan perlunya nama
khas bagi kepulauan tanah air
kita, sebab istilah "Indian
Archipelago" terlalu panjang dan
membingungkan. Logan
memungut nama Indunesia
yang dibuang Earl, dan huruf u
digantinya dengan huruf o agar
ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata
Indonesia muncul di dunia
dengan tercetak pada halaman
254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the
ethnographical term Indunesian,
but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely
geographical term Indonesia,
which is merely a shorter
synonym for the Indian Islands
or the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan
tidak menyadari bahwa di
kemudian hari nama itu akan
menjadi nama resmi. Sejak saat
itu Logan secara konsisten
menggunakan nama
"Indonesia" dalam tulisan-
tulisan ilmiahnya, dan lambat
laun pemakaian istilah ini
menyebar di kalangan para
ilmuwan bidang etnologi dan
geografi.
Pada tahun 1884 guru besar
etnologi di Universitas Berlin
yang bernama Adolf Bastian
(1826-1905) menerbitkan buku
Indonesien oder die Inseln des
Malayischen Archipel sebanyak
lima volume, yang memuat hasil
penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air pada
tahun 1864 sampai 1880.
Buku Bastian inilah yang
memopulerkan istilah
"Indonesia" di kalangan sarjana
Belanda, sehingga sempat
timbul anggapan bahwa istilah
"Indonesia" itu ciptaan Bastian.
Pendapat yang tidak benar itu,
antara lain tercantum dalam
Encyclopedie van Nederlandsch-
Indie tahun 1918. Padahal
Bastian mengambil istilah
"Indonesia" itu dari tulisan-
tulisan Logan
Pribumi yang mula-mula
menggunakan istilah
"Indonesia" adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara). Ketika dibuang ke
negeri Belanda tahun 1913
beliau mendirikan sebuah biro
pers dengan nama Indonesische
Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia)
juga diperkenalkan sebagai
pengganti indisch (Hindia) oleh
Prof Cornelis van Vollenhoven
(1917). Sejalan dengan itu,
inlander (pribumi) diganti
dengan indonesiër (orang
Indonesia).
Sumber :
www.gugling.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar